Topik Utama/Tindakan Medis

Studi/Seputar Kanker

Puncak Kanker/Metastasis

Rekomendasi/Artikel Pilihan

Up-Date/Artikel Terbaru

Dari Darah sehat Hingga Rusak!

Kanker Payudara

Biologi Kanker

Kanker Itu Apa?

Kanker Payudara - 3D Animasi Kesehatan || ABP


10 fakta tentang kanker

Sel kanker merupakan sel yang pertumbuhan serta perkembangannya abnormal. Sel kanker memiliki kemampuan untuk menggandakan dan memperbanyak diri sebanyak-banyaknya. Kemudian sekumpulan sel kanker ini tumbuh menjadi sebuah jaringan baru yang disebut dengan tumor. Tumor terus berkembang seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan sel kanker, ketika tumor ini terus-menerus tumbuh tanpa henti maka dapat dikatakan sebagai tumor ganas.

Sel kanker memiliki banyak perbedaan dengan sel normal dalam tubuh. Tidak hanya tumbuh secara agresif, namun sel kanker juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain dan membangun jaringan baru. Sel kanker juga tidak dapat mati dan rusak dengan sendirinya seperti sel normal lainnya. Berikut adalah fakta tentang sel kanker yang mungkin belum Anda ketahui.

1. Terdapat lebih dari 100 jenis kanker di dunia
Sel kanker dapat tumbuh di berbagai bagian tubuh, sementara tubuh memiliki banyak jenis sel. Sel kanker dapat tumbuh pada organ, jaringan, maupun sel. Tipe yang paling sering ada pada kejadian kanker adalah jenis karsinoma. Karsinoma merupakan sel kanker yang tumbuh pada jaringan epitel tubuh, yaitu jaringan yang melapisi berbagai organ, pembuluh darah, dan jaringan yang ada di tubuh. Sedangkan jenis sel kanker yang lain adalah sarkoma. Sarkoma merupakan sel kanker yang biasanya tumbuh pada jaringan tulang, otot, jaringan adiposa, kelenjar, tendon, dan sendi. Leukimia adalah jenis kanker yang tumbuh pada sumsum tulang yang terjadi akibat sel darah putih yang tumbuh abnormal. Sedangkan limfoma merupakan kanker yang disebabkan oleh pertumbuhan sel B dan sel T yang abnormal dalam tubuh.

2. Sel kanker bisa berasal dari virus
Sel kanker tumbuh dan berkembang karena beberapa faktor yang mendukung seperti radiasi, terpapar zat kimia, cahaya ultraviolet dan proses replikasi DNA yang gagal. Namun ternyata selain itu, sel kanker juga dapat muncul akibat virus. Virus memiliki kemampuan untuk menyebabkan kanker dan dipicu oleh faktor genetik. Diketahui sebanyak 15% sampai 20% dari total kasus kanker terjadi diakibatkan oleh virus. Virus mengubah DNA pada sel normal, sehingga sel tersebut bermutasi dan tumbuh secara agresif. Virus Epstein-Barr mengakibatkan dengan penyakit Burkitt’s limphoma, virus hepatitis B menyebabkan kanker hati, dan human papilloma virus (HPV) dapat menyebabkan kanker rahim.

3. Sepertiga dari kejadian kanker dapat dicegah
Menurut WHO, sebanyak 30% kejadian kanker sebenarnya dapat dicegah. Kanker yang disebabkan oleh faktor gen atau keturunan hanya mencapai 5% hingga 10% dari total kasus kanker yang Ada. Selebihnya, kanker terjadi akibat berbagai faktor lingkungan, seperti infeksi, polusi, dan gaya hidup. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah kanker adalah melarang penggunaan tembakau dan merokok. Merokok merupakan alasan utama penyebab kanker, sebesar 70% kasus kanker paru disebabkan oleh kebiasaan merokok.

4. Kanker membutuhkan gula tinggi
Semakin banyak gula yang ‘dimakan’ oleh sel kanker, semakin cepat mereka tumbuh. Gula merupakan zat yang dibutuhkan oleh sel normal untuk melakukan respirasi dan kemudian menghasilkan energi yang dipakai untuk melakukan aktivitas fisik. Sel kanker membutuhkan kadar gula yang tinggi untuk memperbanyak dirinya.

5. Bersembunyi di dalam tubuh
Sel kanker bisa bersembunyi dari sistem kekebalan tubuh dengan cara tumbuh pada sel normal. Contohnya, beberapa tumor yang tumbuh di kelenjar limfa mengeluarkan protein, protein tersebut juga seharusnya dikeluarkan atau disekresikan oleh kelenjar limfa. Oleh karena itu, sistem imun tidak dapat mendeteksi di mana sel kanker berada. Beberapa sel kanker menghindari obat kemoterapi dengan cara bersembunyi di beberapa kompartemen tubuh, seperti pada leukimia, sel kanker menghindari obat-obatan dengan cara berperan sebagai penutup tulang.

6. Sel kanker dapat berubah bentuk
Sel kanker mengubah bentuk ‘tubuh’-nya untuk menghindari perlawanan dari sistem kekebalan tubuh serta menjaga dari obat kemoterapi dan radiasi. Sel-sel kanker yang berada di jaringan epitel, biasanya mengubah bentuknya mengikuti sel epitel normal yang menjadi tempat tumbuhnya.

7. Sel kanker selalu berkembang biak
Sel kanker memiliki gen yang bermutasi yang mempengaruhi reproduksi sel tersebut. Sel normal berkembang dengan cara membelah diri menjadi dua, kemudian menjadi empat, dan seterusnya. Sedangkan pada sel kanker, ketika melakukan pembelahan awal, sel yang dihasilkan dua kali lipat dari sel normal, yaitu, empat sel. Kemudian membelah diri lagi menjadi delapan sel, dan seterusnya hingga menjadi sangat banyak.

8. Sel kanker membutuhkan aliran darah untuk bertahan hidup
Salah satu tanda bahwa sel kanker mengalami perkembangan yang pesat yaitu dengan terbentuknya pembuluh darah baru untuk jaringan kanker tersebut, yang disebut dengan angiogenesis. Tumor membutuhkan nutrisi untuk hidup dan nutrisi tersebut dibawa oleh aliran darah. Sel kanker akan mengirimkan sinyal ke sel-sel normal untuk memberikannya aliran darah agar mereka juga dapat tumbuh. Penelitian menyebutkan bahwa jika dilakukan pencegahan pembentukan pembuluh darah untuk jaringan kanker, maka sel-sel kanker tersebut akan mati dengan sendirinya.

9. Kanker dapat menyebar ke seluruh area
Sel kanker dapat metastasis atau melakukan penyebaran ke berbagai bagian tubuh melalui pembuluh darah atau sistem limfa. Sel kanker mengakifkan sebuah reseptor pada pembuluh darah, yang membuat dia tidak bisa dikeluarkan dari pembuluh darah dan terus ikut mengalir ke seluruh bagian tubuh. Selain itu, sel kanker juga mengeluarkan zat yang disebut kemokin, yang berfungsi untuk menahan sistem kekebalan tubuh, sehingga mereka tidak bisa dilawan ketika melakukan penyebaran.

10. Sel kanker terprogram untuk tidak mati
Sel-sel normal akan mati dengan sendirinya jika mengalami kerusakan pada DNA-nya, namun tidak demikian pada sel kanker. Sel kanker tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi kerusakan dan melakukan apoptosis (menghancurkan diri sendiri), yang mereka punya hanyalah kemampuan menggandakan diri sebanyak-banyaknya.

[Dari: HelloSehat]

Dari Mimi



Drug Eruption (erupsi obat)

DRUG ERUPTION
Obat adalah senyawa atau produk yang digunakan untuk eksplorasi atau mengubah keadaan fisiologik atau patologik dengan tujuan mendatangkan keuntungan bagi si pemakai obat untuk diagnosis, terapi, maupun profilaksis.

Efek samping obat (ESO) adalah reaksi yang bersifat merugikan pemakai obat atau reaksi yang tidak diinginkan,yang timbul pada saat penggunaan obat dengan dosis yang bisa digunakan untuk diagnosis, terapi maupun profilaksis. Setiap obat dapat menyebabkan efek samping, mungkin hanya berbeda dalam kualitas dan kuantitas kejadiannya. Reaksi ESO adalah reaksi yang tidak dapat dicegah tapi dapat diusahakan agar reaksi yang timbul seminimal mungkin. ESO dapat bermanifestasi pada organ-organ dalam, kulit maupun mukosa. ESO yang bermanifestasi pada kulit dan mukosa disebut erupsi obat (drug eruption).

Definisi
Erupsi obat alergik atau allergik drug eruption ialah reaksi alergik pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat yang biasanya sistemik.

Patogenesis
Reaksi kulit terhadap obat dapat terjadi melalui mekanisme imunologik maupun non imunologik. Reaksi erupsi obat adalah imunologik, hal ini disebabkan adanya hipersensitivitas pada pasien terhadap obat tersebut. Disebabkan oleh berat molekul yang rendah, biasanya obat berperan pada mulanya sebagai antigen yang tidak lengkap atau hapten, obat atau metabolitnya berupa hapten harus berkombinasi dulu dengan protein, misalnya jaringan, serum, atau protein dari membran sel, untuk membentuk kompleks antigen yaitu komplek hapten-protein. Pengecualiannya ialah obat-obat dengan berat molekul yang tinggi yang dapat berfungsi langsung sebagai antigen yang lengkap.

Pembagian reaksi alergik berdasarkan 4 tipe menurut Gells & Comb (1962) yaitu:

1. Tipe I (reaksi anafilaktif)
Pajanan yang berulangkali dapat menyebabkan antigen akan melepaskan histamin, serotinin, bradikinin, heparin, SRSA, dll. Ini semua menyebabkan urtikaria atau yang lebih berat edema angioneurotik. Yang paling bahaya ialah terjadi syok anafilaktik

2. Tipe II (reaksi sitotoksik)
Disini terjadi reaksi penggabungan antara ig G dan ig M dengan antigen yang melekat pada sel. Jika sistem komplemen teraktivasi akan dipacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan lisis.

3. Tipe III (tipe komplek imun)
Antibodi bereaksi dengan antigen membentuk komplek antigen antibodi yang kemudian mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh dan menimbulkan reaksi radang. Dengan adanya reaksi komplemen terjadi pelepasan anafilatosin yang merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Dengan adanya aktivasi komplemen akan terjadi kerusakan jaringan.

4. Tipe IV (reaksi alergik selular tipe lambat)
Reaksi ini melibatkan limfosit T yang tersensitisasi dan bereaksi dengan antigen. Reaksi ini timbul 12-24 jam setelah pajanan terhadap antigen. Terbagi atas reaksi tipe tuberkulin dan reaksi tipe kontak.

Gambaran klinis
Gambaran klinis erupsi obat dapat bermacam-macam, tergantung pada tipe reaksi, Antara lain : morbiliformis, eritem multiforme, eksantem fikstum, erupsi akneiformis, urtikaria, purpura, dermatitis eksfoliativa, nekrosis epidermal toksik, Sindrom Steven-Johnson.

Diagnosis
Dasar diagnosis ialah:
1. Anamnesa mengenai
  • Obat-obat yang didapat
  • Kelainan timbul secara akut dapat juga beberapa hari sesudah masuknya obat.
  • Rasa gatal yang dapat pula disertai demam yang biasanya subfebrik
2. Kelainan kulit
  • Distribusi menyeluruh dan sistemik
  • Bentuk kelainan yang timbul
Bentuk kelainan dapat bermacam macam. Alergi terhadap satu macam obat dapat memberi gambaran klinis yang beraneka ragam. Sebaliknya, gambaran klinis yang sama dapat disebabkan oleh alergi pelbagai obat.

Menurut pengalaman kami di bagian Ilmu Penyakit Kulit Kelamin RSCM/FKUI, obat-obatan yang sering menyebabkan alergi ialah penisillin dan derivatnya ( ampisillin, amoksisilin, kloksasillin), sulfonamid, golongan analgetik dan antipiretik, misalnya asam salisilat, metamizol, metampiron, parasetamol, fenilbutazon, piramidon, dan tetrasiklin.

PENGOBATAN
Sistemik
  • Kortikosteroid
Pada erupsi obat yang berat diberikan Dexamethason intravena. Dosis dewasa bervariasi tergantung pada derajat penyakit, umumnya 4-6 x 5 mg/hari intravena (20-30 mg/hari). Penderita dimonitor setiap hari, bila respon baik, dosis diturunkan perlahan-lahan dan bila telah memungkinkan diganti dengan preparat oral sesuai dengan dosis ekuivalennya.

Bila dipilih Triamsinolon, dosis awal diberikan sebesar 24-36 mg/hari. Bila digunakan Prednison oral dosis awal bervariasi antara 140-210 mg/hari. Pada anak-anak, pemberian awal Dexamethason 1 mg/KgBB/hari intravena selama 3 hari, dilanjutkan dengan 0,2-0,5 mg/KgBB/6 jam secara intravena. Bila respon baik, dosis diturunkan perlahan-lahan dan diganti dengan preparat oral sesuai dosis ekuivalennya.

Pada erupsi obat ringan, bila dipilih Prednison dosis yang digunakan 1 mg/KgBB/hari atau 20-40 mg/hari.
  • Anthistamin
Antihistamin bersifat sedatif dapat juga diberikan jika terdapat gatal, kecuali pada urtikaria, efeknya kurang kalau dibandingkan dengan kortikosteroid.

Topikal
Pengobatan topikal tergantung pada kelainan kulit, apakah kering atau basah, kalau kering seperti pada eritema dan urtikaria dapat diberikan bedak, contohnya bedak salisilat 2% ditambah obat antipruritus misalnya menthol 1/2-1% untuk mengurangi rasa gatal. Kalau keadaan basah seperti dermatitis perlu digunakan kompres larutan asam salisilat 1%. Pada bentuk purpura dan eritema nodosum tidak diperlukan pengobatan topikal. Pada eksantema fikstum, jika kelainan membasah dapat diberikan kompres dan jika kering dapat diberi krim kortikosteroid 1% atau 2½%. Pada eritroderma pada kelainan berupa eritema yang menyeluruh dan skuamasi dapat diberi salep Lanolin 10% yang dioleskan sebagian-sebagian.

Prognosis
Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat penyebab dapat diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa bentuk misalnya eritroderma dan kelainan-kelainan berupa Sindrom Steven-Johnson, prognosis dapat menjadi buruk tergantung pada luas kulit yang terkena.

FIXED DRUG ERUPTION
Fixed drug eruption (FDE) merupakan salah satu bentuk erupsi kulit. FDE ditandai oleh eritema dan vesikel berbentuk bulat atau lonjong dan biasanya numular. Kemudian meninggalkan bercak hiperpigmentasi yang lama baru hilang, bahkan sering menetap. 

Dari namanya dapat diambil kesimpulan bahwa kelainan akan timbul berkali-kali pada tempat yang sama. FDE dilaporkan terjadi pada pasien paling muda usia 1,5 tahun dan paling tua usia 87 tahun. Usia rata-rata pada 30,4 tahun pada pria dan 31,3 tahun pada wanita.


EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, prevalensi FDE dilaporkan berkisar antara 2-5% untuk pasien rawat inap dan lebih besar dari 1% untuk pasien rawat jalan. FDE didapatkan sebanyak 16-21% dari semua erupsi kulit karena obat. Frekuensi yang sebenarnya mungkin lebih tinggi dari perkiraan saat ini, karena ketersediaan berbagai obat-obatan dan suplemen gizi yang diketahui dapat mendatangkan FDE.

ETIOPATOLOGI
Banyak obat yang dilaporkan dapat menyebabkan FDE. Yang paling sering dilaporkan adalah phenolpthalein, barbiturate, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik pyrazolone dan obat anti inflamasi non steroid. Meskipun mekanisme pasti FDE tidak diketahui, penelitian terbaru menunjukkan sebuah proses sel mediasi yang memulai baik lesi aktif dan tenang. Proses ini mungkin melibatkan antibody dependent cellular cytotoxicity. Efektor CD8+ / sel T memori berperan penting dalam reaktifasi lesi dengan paparan ulang obat yang berkaitan.3

Obat yang diperkirakan sebagai penyebab berfungsi sebagai hapten yang secara khusus mengikat basal keratinosit, yang menyebabkan respons inflamasi. Melalui pembebasan sitokin seperti TNF-?, keratinosit secara lokal meningkatkan ekspresi dari molekul adhesi interseluler-1 (ICAM1). Peningkatan ICAM1 membantu sel T (CD4 dan CD8) bermigrasi ke lokasi lesi.

Sel-sel CD8 yang ini mendukung terjadinya kerusakan jaringan oleh produksi sitokin inflamasi interferon-gamma dan TNF-?. Sel CD8 yang terisolasi dari lesi aktif tampaknya akan mengekspresikan ?E?7, sebuah ligan untuk E-cadherin, yang akan memberikan kontribusi pada kemampuan limfosit untuk melokalisasi ke epidermis. Molekul permukaan sel lain, seperti CLA/alpha4beta1/CD4a, yang mengikat E-selektin/molekul adhesi seluler vaskular-2/ICAM1 membantu untuk lebih menarik sel CD8 ke lokasi.

GEJALA KLINIS
FDE biasanya muncul dalam bentuk soliter, eritematous, atau makula merah kehitaman yang dapat berkembang menjadi plak edematosa, dan bula. FDE umumnya lebih sering muncul di daerah genital dan perianal, meskipun mereka dapat muncul dimana saja pada permukaan kulit. FDE dapat muncul setelah 30 menit sampai 8-16 jam setelah penggunaan obat-obatan. Setelah fase inisiasi akut yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, muncul bercak hiperpigmentasi. Pada keadaan berulang, tidak hanya lesi yang timbul di tempat yang sama tetapi juga muncul lesi baru.

DIAGNOSIS
Diagnosis FDE ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis yang khas. Anamnesis yang lengkap dan mendalam diperlukan untuk menentukan diagnosis, adanya konsumsi berulang dari obat resep dokter dan obat-obat yang dijual dipasaran penting untuk mendukung diagnosis. Selain itu pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis:

1. Uji provokasi oral merupakan pemeriksaan baku emas untuk memastikan penyebab
Uji ini dikatakan aman dan dapat dipercaya untuk pasien anak. Uji ini bertujuan untuk mencetuskan tanda dan gejala klinis yang lebih ringan dengan pemberian obat dosis kecil biasanya dosis 1/10 dari obat penyebab sudah cukup untuk memprovokasi reaksi dan provokasi biasanya sudah muncul dalam beberapa jam. Karena resiko yang mungkin ditimbulkannya maka uji ini harus dilakukan dibawah pengawasan petugas medis yang terlatih.

2. Uji tempel
Uji tempel dan provokasi oral dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi agen penyebab timbulnya reaksi silang obat. Periode refrakter dilaporkan terjadi pada FDE, sehingga dapat ditunda uji tempel dan provokasi oral. Salah satu penelitian menggunakan waktu 8 minggu setelah lesi sembuh kemudian dilakukan uji tempel, untuk mendapatkan hasil uji positif. Uji tempel harus dilakukan di lokasi lesi, jika tidak, hasilnya negatif palsu. Setelah uji tempel selesai, harus diikuti oleh uji provokasi oral. Uji provokasi oral dianggap satu-satunya cara yang dapat diandalkan untuk mendiagnosis FDE.

CARA UJI TEMPEL
Persiapan
Pastikan bahwa kondisi antigen yang digunakan dalam keadaan layak pakai, perhatikan cara penyimpanan dan tanggal kadaluarsanya. Harus diingat bahwa kortikosteroid dan obat imunosupresan dapat menekan reaksi ini sehingga memberi hasil negatif palsu. Setelah itu dilakukan anamnesis tentang apakah pernah berkontak sebelumnya dengan antigen yang akan digunakan.

Melakukan uji
  1. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya dipunggung. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen standar buatan pabrik. Tes dilakukan sekurang-kurangnya 1 Minggu setelah pemakaian kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg/ hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Pemberian kortikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurang-kurangnya 1 Minggu sebelum tes dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari (sun burn) yang terjadi 1-2 Minggu sebelum tes dilakukan juga dapat memberi hasil negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
  2. Uji tempel dibuks setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
  3. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar ( tidak menempel dengan baik ), karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.
  4. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate uticarial type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.
Hasil pemeriksaan
Hasil uji dibaca setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut:

1 = Reaksi lemah (nonvesikular) : eritema,infiltrat,papul (+)
2 = Reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = Reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = Meragukan: hanya makula eritematosa (?)
5 = iritasi: seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT=not tested)

Pemeriksaan histologi
Pemeriksaan histologis lesi akut menunjukkan dermatitis dengan perubahan vakuolar dan Civatte bodies. Secara keseluruhan mirip dengan pola yang terlihat pada eritema multiforme. Diskeratosis dan nekrotik keratinosit dalam epidermis merupakan gambran yang menonjol (Gambar 6). Pada peristiwa ini, infiltrasi limfositik dapat mengaburkan dermoepidermal junction. Spongiosis, edema dermal, eosinofil, neutrofi kadang-kadang tampak. Inkontinensia pigmen dalam papiler dermis merupakan gambaran khas dan mungkin satu-satunya gambaran yang tampak berupa lesi non inflamasi. Lesi kronis atau tidak aktif menunjukkan akantosis ringan, hiperkeratosis, dan beberapa sel inflamasi.

DIAGNOSIS BANDING 
Eritema multiforme
Eritema multiforme dibagi menjadi 2 tipe yaitu eritema multiforme mayor dan eritema multiforme minor. Pada eritema multiforme mayor lesi kulit tidak melibatkan membran mukosa, sedangkan eritema multiforme minor lesi kulit melibatkan membran mukosa. Ruam kulit muncul secara tiba-tiba. Kebanyakan lesi muncul secara simetris pada permukaan ekstensor ekstremitas (tangan, kaki, siku dan lutut), wajah dan leher, dan lebih sering pada paha, pantat, dan badan.

Lesi khas yang sangat teratur, sirkuler, berupa papul eritematous atau plak yang bertahan selama 1 minggu atau lebih. Walaupun tepinya eritematous dan edematous, pusatnya menjadi keunguan dan gelap, sehingga menimbulkan warna cincin konsentris. Seringkali, pusatnya berubah menjadi purpura, dan/atau nekrotik atau berubah menjadi kumpulan vesikel atau bula yang disebut target khas atau lesi iris.10Makula eritematous atau bula, dengan lesi iris, dapat terjadi pada penggunaan sulfonamide kerja panjang. Lesi biasanya muncul setelah satu atau dua minggu terapi, dan sering disertai demam.

Obat-obatan yang menghasilkan reaksi ini adalah sulfonamid, allopurinol, penisilin, dipenilhidantoin, dan penilbutazon.

Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak Alergi terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen. Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah (< 1000 dalton). Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV,suatu hipersensitivitas tipe lambat.

Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut ditempat tertentu, misalnya kelopak kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.

Obat- obat yang sering mengakibatkan reaksi ini adalah benzokain, bacitracin, balsam peru, niomisin sulfat.

PENGOBATAN
Topikal
Jika lesi basah dapat diberi kompres secara terbuka dengan larutan NaCl 0,9% yang dilakukan 2-3 kali sehari. Jika lesi kering dapat diberi krim hidrokortison 1% atau 2,5%. Lesi hiperpigmentasi tidak perlu diobati karena menghilang dalam jangka waktu yang lama.

Sistemik
Pemberian kortikosteroid biasanya tidak diperlukan. Untuk keluhan rasa gatal pada malam hari yang kadang mengganggu istirahat pasien, maka dapat diberikan antihistamin generasi lama yang mempunyai efek sedasi, contohnya chlorpheniramin Maleat 1×10 mg, diminum malam hari.

Lesi FDE dapat dihentikan secara spontan dengan menghindari obat-obat yang dapat mencetuskan lesi. Obat-obatan tambahan harus digunakan untuk meredakan gejala yang berhubungan dengan kondisi penderita. Secara umum, antihistamin oral (misalnya, Hidroksizin) dan kortikosteroid topikal mungkin sudah cukup. Mungkin diperlukan waktu beberapa bulan untuk menyembuhkan hiperpigmentasi.

PROGNOSIS
Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan sembuh sempurna dengan sendirinya bila obat penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan. Pada FDE prognosis sangat baik, meskipun terdapat hiperpigmentasi. Tidak ada kematian akibat FDE yang pernah dilaporkan.

Lihat juga Drug Eruption versi info di sini, atau Fixed Drug Eruption versi Medis di sini.




Info Farmasi/Obat Kanker